nurbuat.blog.com

Rabu, 04 Juni 2014

Kisah Nyata Kyai Gaul



JEJAK MISTIK KYAI GAUL AL-HUSEIN

SAMBUTAN AL-HUSEIN
Sujud dan segala puji saya haturkan untuk keagungan dan anugerah serta pemberian-Nya yang tiada kata mampu menjelaskan. Shalawat dan salam mudah-mudahan tetap terucap melalui bibir saya untuk Kanjeng Nabi Muhammad kekasih-Nya.
Meskipun hati diselimuti oleh kegelisahan serta ketakutan untuk menceritakan pengalaman mistis-spiritual yang saya alami, saya tetap akan berbagi kepada para pembaca. Bukan untuk kesombongan diri tetapi hanya ingin berbagi pengalaman yang penuh dengan derita, penuh dengan cobaan dan ujian tetapi berujung kebahagiaan serta ketentraman batin.
Benarlah apa kata pepatah, berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Jika seseorang menginginkan kebahagiaan dan kenikmatan haruslah melalui berbagai macam rintangan dan ujian.
Untuk mendapatkan kebahagiaan itu tidak semudah mengucapkannya. Hambatan dan rintangan akan senantiasa merintangi para pencari kebahagiaan. Seperti kisah biksu Tom Sam Cong dalam kisah Monkey King, untuk mencapai pengalaman Budha beliau harus melewati 30 rintangan dan 99 bencana.
Jadi semua saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca, dipercaya monggo, tidak dipercaya juga tidak menjadi soal. Karena saya sekali lagi hanya ingin berbagi kisah, bukan ingin membusungkan dada, memupuk kesombongan diri.
Mudah-mudahan kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca untuk meningkatkan spiritual hidup agar dapat mencapai pengalaman cinta Ilahi Amin.


                                       Muhammad Dawami Al-Husein

PADA MULANYA

Pepohonan di atas bukit tidak selebat dahulu lagi. Terik matahari tidak seramah dulu, saat keceriaanburung yang bernyanyi setiap haridari dahan pohon yang satu ke dahan lain. Tetapi ritunitas desa bernama Soko Sari yang terletak di lereng bukit gamping daerah Blitar selatan tetap berjalan seperti biasa. Kesunyian desa masih menyisakan gambaran sejuk di masa silam
       Seorang wanita separo baya dengan perut buncit sedang menunggu kelahiran anak keduanya. Saat itu semesta tidak menunjukkan gejala yang aneh. Bunga-bunga tetap tumbuh dan mekar seperti biasa, sementara sisa-sisa cericit beberapa burung masih tampak menghiasi suasana pagi. Bebatuan penghias jalan masih tetap membisu. Dan matahari masih memberikan kehangatan yang sama.
Sementara sang suami sedang menggerakkan seluruh organ tubuhnya guna mencukupi kebutuhan keluarga. Ia langkahkan kaki menuju ladang warisan dari mertua. Ia ayunkan cangkul kuat-kuat ke tanah di bawahnya. Setelah matahari meninggalkan bumi ayunan demi ayunan mulai melemahdan iapun berhenti saat matahari di puncak langit. Ia mengambil dedaunan serta ubi untuk dibawa pulang sebagai makanan keluarga.
Sesampai dirumah istri menyambutnya dengan riang dengan membawakan secangkir kopi. Rutinitas itu berjalan seperti biasa. Tidak terjadi sesuatu yang aneh.
Saat malam tiba kesunyian desa sangat terasa. Hanya sorot lampu-lampu teplokmyang menembus dinding bambu dari setiap rumah menerangi remang-remang ruang di sekitarnya.suara jengkerik yang mendayu-dayu menambah khas suasana malam desa.bahkan suara burung hantu selalu menghias malam membuat bulu kuduk semakin berdiri bagi para penakut.
Kesunyian malam berubah ketika rumah paro baya itu sedikit gaduh karena suara erangan kesakitan dan kepanikan sang suami yang berlari-lari menuju rumah dukun bayi desa.ia percepat larinya. Sementara si sulung ikut membantu menyalakan lampu-lampu teplok agar suasana kelihatan lebih terang.
Beberapa saat setelah mbah dukun tiba kesunyian desa itu terbelah oleh jeritan seorang bayi laki-laki yang sudah lama ingin keluar dari tempat pertapaan rahim ibunya. Kebahagiaan, kebingungan bercampur menjadi satudalam hati keluarga itu.
 Saat itulah 32 tahun lalu saya dIlahirkan dengan ketidakberdayaan seorang bayi. Tidak beda dengan bay lainnya, sangat mengenaskan. Sebagai seorang bayi pada umumnya, tidak ada kemampuan untuk  mengekspresikan keinginan-keinginan saya. Hal ini berlanjut sampai organ telinga sudah mampu untuk mendengarkan suara-suara dan kata-kata. Tetapi perkembangan kemampuan beberapa organ itu tidak membuat ayah dan ibu atau para tetangga mampu menterjemahkansemua keinginan saya.
 Mungin karena gizi dan vitamin saat itu sulit didapat sehingga saya mungkin tidak mendapatkannya secara maksimal, maka pertumbuhan organ-organ dan kemampuan tubuh sangat lambat. Bahkan penyakit sangat senang sekali mengunjungi tubuh yang menyangga sukma ini. Karena itulah mungkin kemampuan saya untuk berbicara dan berjalan agak lambat. Bahkan sampai umur tahun saya masih sulit berbicara sehingga teman-teman sebaya dan tetangga menjuluki saya si Pelo.
Kembali ke masa bayi. Setelah usia menginjak lima hari atau kalau orang Jawa bilang sepasar, ritual dan tradisi Jawa diterapkan untuk saya. Dengan beberapa sajen dan uborampenya disediakan sebagai sarana sedekah kedua orang tua saya. Saat itulah biasanya nama seorang bayi akan diikrarkan. Dan kebetulan ayah say meskipun keturunan darinegeri orang-orang berjubah tetapi beliau dIlahirkan di daerah yang sangat memegang kuat tradisi kejawen dan juga beristrikan orang Jawa maka beliau melakukan ritual-ritual kejawen yang berbau Arab dan memberi nama dalam bahasa Arab pula. Nama yang diberikan oleh beliau adalah mohammad Dawami.
Meskipun kami orang desa tetapi ayah sangat memperhatikan pendidikan. Ia meminta anak-anaknya untuk meraih pendidikan setinggi mungkin. Untuk mewujudkan cicta-cita itu ayah bekerja mati-matian untuk mencari biaya. Karena itulah kakak saya dititipkan untuk menyerap ilmu kepada kiyai di daerah Banyuwangi tetapi ternyata Allah berkehendak lain, kakak saya wafat sebelum menyelesaiakn dan mempraktekkan ilmunya.
 Ayah mempunyai cita-cita dalam mendidik anak-anaknya. Beliau ingin kakak saya menjadi seorang yang ahli dalam bidang agama oleh karena itu beliau menyuruh kakak untuk nyantri, dan menginginkan saya untuk mengusai dunia dengan ilmu pengeahuannya. Karena itulah beliau tidak menyuruh saya nyantri, tetapi malah menyuruh saya masuk sekolah-sekolah umum. Meski demikian pelajaran agama tidak saya abaikan.
Saya baru mulai belajar huruf hijaiyah kepada seorang guru saat berusia tujuh belas tahun, meskipun ketika kecil memang pernah dikenalkan oleh ayah pada huruf-huruf arab tersebut. Tetapi tradisi keluarga saya menganjurkan untuk berguru kepada seseorang sebagai proses pentashihan.
Setelah mendapatkan rekomendasi dari seorang kiyai agar saya mempelajari Al-Qur’an lebih dalam dan ilmu-ilmu agama yang masih banyak menggunKn bahasa arab, maka ayah menyuruh saya untuk ngaji di pondok pesantren di Blitar bagian barat.
Karena kakak saya dipanggil Allah lebih dahulu, maka dengan kekomendasi kiyai tersebut ayah menumpukan beban impiannya agar kelak ada anakny mahir dalam bidang agama dan umumkepada saya. Selama dua tahun saya belajar di pesantren tersebut. Banyak pelajaran dasar tentang al-Qur’an dan ilmu-ilmu pendukung saya peroleh, meskipun harus bersusah payah setiap hari. Hal 15
Berbekal dasar-dasar pelajaran yang saya peroleh selama dua tahun tersebut akhirnya saya direkomendasikan untuk mempelajari Al-Qur’an kepada mbah Kyai Arwani Qudus seorang hafid (penghafal Al-Qur’an) yang mengajari saya Al-Qur’an dengan penuh kesabaran dan kesahajaan.
Keinginan untuk mendapatkan pelajaran sebanyak-banyaknya dari beliau ternyata tidak sesuai dengan keinginan yang menggebu-nggebu dalam  hati saya. Karena beliau sering menyuruh saya unrtuk membantu dan melayani beliau, bahkan saat santri-santri lain asyik belajar beliau malah menyuruh saya untuk menggembala kambing. Meskipun bingung tugas itu tetap saya lakukan dengan senang hatidengan harapan bahwa energi positif dari dalam diri beliau bisa menyebarkepada saya.
Al-hamdulillah sementara para santri mengistirahatkan raga mereka, di tengah malam beliau membangunkan saya dan mengajari membaca surat Al-Fatihah. Hal itu terus kami lakukan setiap hari selama tiga bulan.
Selama tiga bulan tersebut sama sekali saya tidak belajar konsep-konsep dan teori-teori tentang Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, hanya membaca surat Al-Fatihah.
Ternyata sekarang setelah saya mendirikan pesantren kecil baru memahami pelajaran dari beliau. Mungkin beliau memang tidak mengajari saya konsep tetapi langsung mengalami dan menjalani konsep tersebut
Saya harus bisa menggembalakan nafsu-nafsu saya dengan tali dzikrullah. Kemampuan dan kesabaran harus ditanamkan dalam hati agar kambing-kambing nafsutidak lari ke sana kemari.
Sebelum melahap pelajaran-pelajaran yang lebih rumit, saya harus mempelajari dahulu dasar-dasarnya. Al-Fatihah adalah surat pertama dari Al-Qur’an yang sebenarnyasudah merupakan rangkuman kisah dan tata cara yang dilukiskan dalam keseluruhan ayat-ayat yang ada dalamnya
Anehnya lagi, setelah tiga bulan beliau mengajarkan saya membaca surat Al-Fatihah beliau tidak meneruskan pelajaran ini kesurat-surat selanjutnya tetapi malah menyuruh saya belajar lagi membaca surat tersebut kepada mbah Kyai Khobir Mangunsari.
Di Mangunsari, apa yang saya alami di pesantren Qudus hampir sama. Di sana saya juga mengabdi dan melayani serta menjalankan tugas-tugas beliau di saat para santri lain sedang belajar.
Tetapi beliau memilih waktu khusus untuk mengajar saya membaca surat Al-Fatihah. Seperti di Qudus beliau mengajar saya di saat santri-santri lain sedang lelap memeluk mimpi-mimpi indah mereka. Membangunkan dan mengajak saya melakukan ritual malam bersama-sama, kemudian baru mengajar saya untuk belajar membaca surat Al-Fatihah. Di tempat beliau saya belajar selama tiga bulan..
Karena hanya belajar membaca surat Al-Fatihah saja, saya merasa kurang puas, akhirnya saya pergi lagi nyantri di salah satu pesantren yang ada di wilayah Banten. Selama dua minggu di sana saya hanya disuruh bantu-bantu oleh pak Kyai dan setelah itu malah menyuruh saya pulang supaya mempraktekkan ilmu apa yang saya dapatkan selama ini. Saya jadi heran dan bertanya-tanya ilmu mana yang harus saya praktekkan. Karena hanya berbekal dasar-dasar ilmu agama saja saya merasa belum cukup sehingga belum ada keberanian untuk melakukan hal itu.


BERJUMPA ORANG MISTERIUS

 Hati berkecamuk pikiran meradang, bingung, takut campur menjadi satu memenuhi relung-relung otak dan hati saya. Selama perjalanan pulang, tiada kata yang mampu keluar melalui kedua celah bibir saya. Tetapi pikiran saya melayang-layang jauh menembus ruang dan waktu tak menentu menbayangkan pesan yang harus saya emban dan jalankan dari para Kyai yang selama ini membingungkan saya.
Hanya karena-Nya saya berani dan berusaha untu mewujudkan tugas berat ini. Setelah saya sujudkan seluruh raga dan sukma ke dalam selimut rahman-rahim-Nya barulah muncul sebuah keberanian dan ketenangan dalam hati untuk melangkah dan melaksanakan amanah.
Tidak lam setelah pulang dari Banten , saya bersama kawan-kawan yang peduli dengan pendidikan agama merintis pendidikan di daerah Malang selatan yang merupakan basis penyebaran ajaran Nasrani.
Awalnya kami mengajar anak-anak untuk membeca ayat-ayat suci yang maha indah dan  maha dahsyat itu. Lama-kelamaan orang tua mereka senang dengan kehadiran dan sistem pembelajaran yang kami terapkan, karena selain mengajar anak-anak mereka kami juga mendatangkan kyai-kyai setempat yang mereka hormati akhirnya mereka bersama-sama membuatkan sarana belajar untuk anak-anak mereka yang lebih layak.
Selama lima bulan saya bersama kawan-kawan menjalankan titah sang guru mengajar anak-anak mengaji. Setelah saya rasa perjuangan ini hanya tinggal meneruskan dan meramaikan saja akhirnya saya putuskan untuk pulang dan menyerahkan tugas ini kepadakawan-kawan saya di Malang.
Saya mengajar setelah shalat Isya’ dan biasanya saya pulang, tidak menginap di Malang. Perjalanan malam sudah biasa bagi saya, tidak ada rasa takut sedikitpun pada orang jahat atau makhluk halus. Memang waktu itu masih jarang orang yang menghadang dan merampas kendaraan, tidak seperti sekarang.
Pernah juga terjadi sebuah peristiwa yang membuat saya takut, kejadian itu terjadi di daerah Selopuro tepatnya di persawahan desa Ploso. Jalan di situ memang sepi apalagi harus melewati jurangan sebuah jalan yang turun dan berkelok, seperti jurang yang kata penduduk setempat selalu memakan korban tiap tahunnya. Di sebelah selatan jalan terdapat sisa-sisa bangunan bekas jembatan rel kereta api zaman Belanda yang menambah serem suasana jurang itu.
Waktu itu saya berangkat dari rumah setelah maghrib, karena ditempat saya mengajar akan diadakan temu wali murid. Saat saya melintasi jurangan ada orang yang telanjang dada, memakai celana hitam kombor menghentikan sepeda motor saya, kemudian dia menyalami saya sambil mulutnya komat-kamit memanggil nama guru saya tanpa sopan santun. Ia memanggil guru saya tanpa embel-embel penghormatan sedikitpun. Dalam hati saya bertanya-tanya kalau dia orang gila kok tahu semua nama guru saya? Siapa dia gerangan ?
Setelah menyalami dan menyebut semua nama guru saya, dia menyuruh saya segera pergi meneruskan perjalanan. Sepanjang alan pikiran saya tertuju kepada orang gila aneh yang menemui saya di jurangan tadi.
Setelah saya sampai di tempat saya mengajar, orang sudah berkumpul. Salah seorang kawan memanggil dan berbisik ke telinga saya,” Kamu dipanggil abah”.
Abah adalah seorang Gus (julukan anak kyai di daerah Jawa Timur) yang kami undang untuk mengisi acara malam itu.
“Kamu salaman sama orang gila tadi?” sambut beliau sambil menghisap rokok Godang Garam kesukaannya.
“Inggih”, jawab saya dengan sopan.
“ Kamu tahu siapa dia?” tanyanya menyelidik.
“Tidak”, jawab saya serius.
“ Orang  yang kamu anggap gila itu adalah Nabi Khidir”, jelas Abah. “ Jadi jangan heran jika dia memanggil semua guru-gurumu tanpa memberi embel-embel penghormatan”.
Saya merasa malu di hadapan si Gus, karena beliau tahu semua yang ada dalam benak saya.
“ Mudah-mudahan kamu menjadi orang yang dituntun beliau”, katanya kemudian.
“ Amin”, saya mengamini.
Malam itu malam terakhir saya mengabdikan diri untuk pendidikan di daerah itu. Setelah acara selasai sekitar jam 23.00 saya tidak menginap di sana tetapi langsung pulang, kerena besuk sepeda  motornya mau dipakai.
Saat  melintas di utara, dipersawahan, tempat yang saat ini menjadi terminal utama kota Blitar, tiba-tiba bulu kuduk saya berdiri., seluruh tubuh terasa lemas dan sepeda motor butut saya tak kuasa lagi berbunyi apalagi  berjalan. Di hadapan saya berdiri orang yang berperawakan tinggi besar memakai jubah putih.
Melihat saya diam seribu bahasa, mungkin saat itu saya sudah mati rasa. Pikiran berhenti, jantung tidak berdenyut. Kosong. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi saya saat itu. Takut, cemas, gelisah bercampuraduk menjadi satu.
Orang mesterius itu menghampiri dan menepuk bahu saya sambil berkata,” Carilah saya ke arah barat”.
Saat telapak tangan itu menyentuh bahu rasa hanngat menjalar ke seluruh tubuh saya dan menghilangkan semua rasa tidak nyaman dalam diri saya.
Setelah berkata orang misterius itu menghilang hanya bau minyak wangi yang masih tercium oleh hidung saya. Beberapa saat setelah itu baru saya bisa menggerakkan tubuh saya dan sepeda motor pun tidak mogok lagi.saya jalankan pelan-pelan sepeda motor butut itu sambil memikirkansiapa gerangan dan apa maksud penyataan orang aneh yang menemui saya tadi. Jangan-jangan itu orang gila yang ternyata Nabi Khidir yang menemui saya. Tetapi sosok tubuh mereka berbeda. Hal 23
Pertemuan saya denganNabi Khidir menimbulkan ketakutan yang biasa yaitu ketakutan terhadap orang gila, sementara orang yang barusan membuat sendi-sendi saya tidak bisa bergerak sama sekali bahkan nafaspun terasa berhenti.
Sesampainya di rumah saya tidak bisa tidur, pikiran melayang-layang mencari jawaban peristiwa tadi. Khayalan saya baru berhenti saat telinga saya menangkap sayup-sayup suara adzan subuh. Setelah mensucikan raga dan menunaikan shalat subuh,sayapun mengistirahatkan raga yang sudahkecapean ini dalam ruang sujudku.
Entah mimpi entah terjaga, sesaat setelah saya merebahkan tubuh dan memejamkan mata ada suara lembut yang terasa dalam hati saya.. suara itu sangat lembut sekali bahkan telingapun tak mampu menangkapnya. Hanya hati yang bisa merasakan dan memahaminya. Suara lembut itu menyuruh saya untuk segera mencari orang misterius tadi malam.
Lonceng jam dinding berbunyi delapan kali dan begitu keras sehingga membuat saya terkejut dan melompat dari atassajadah. Saya duduk termangu menghela nafas pelan-pelan. Meskipun uapan-uapan kecil kantuk sudah tidak lagi memberatkan mata tetapi rasanya kaki terpaku di atas sajadah. Badan tak mau diajak bergerak, hanya khayal saja yang melayang-layang terus menembus kegelapan maya mencari sesuatu yang saya sendiri belum memahaminya.
Entah datangnya dari mana suara lembut memberi rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuh dan membangkitkan keinginan untuk segera melaksanakan pesan itu semakin kuat. Bukan sekedar ilusi yang saya rasakantetapi sukma saya benar-benar keluar dari raga ini. Dan mungkin sudah mencapai tujuan sehingga kembali membawa pesan mistik itu kepada saya.
 Kehangatan yang menjalar di seluruh tubuh saya membuat kaki dan tangan sya dapat bergerak menggeliat menikmati relaksasi setelah dibebani rasa capek yang amat sangat. Dan akhirnya saya langkahkan kaki menyucikan diri dalam air kehidupan.
Setelah melakukan shalat dhuha di pagi hari saya tidak langsung keluar dari tempat semedi, saya pejamkan mata, mengolah nafas sambil melafalkan doa untuk menuntun hati mencapai damai. Dua jam berlalu tanpa terasa. Kesadaran sebagai manusia biasa muncul saat sayup-sayup suara adzan dhuhur menerobos pendengaran saya.
Keyakinan dan tekat saya sudah bulat setelah mengalami hal-hal aneh di luar nalar sejak malam hingga pagi itu. Saat  itu juga saya putuskan untuk minta izinpada ibu agar diperbolehkan melakukan perjalanan spiritual.
Awalnya ibu menolak dengan keras tetapi setelah melihat tekad saya yang sedemikian besar akhirnya dengan berat hati beliau mengizinkan bahkan memberikan uang saku kepada saya.
Saya hanya mempersiapkan beberapa potong baju bersih untuk persiapan shalat di perjalanan dan saya niat berpuasa agar pikiran dan hati saya tetap terjaga. Dan berusaha untuk berpuasa yang tidak sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi mengajak semua organ-organ tubuh untuk menahan diri dari keinginan-keinginan duniawi dan maksiat kepada Allah.



DIBIMBING ORANG GILA
Setelah matahari meninggalkan tugasnya untuk  menerangi mayapada, dan kecantikan putri rembulan sudah mulai memancarkan auranya untuk menghias malam. Bintangpun berdatangan satu persatu menenuhi cakrawala.
Dengan sedikit belak dan baju gantu serta segudang tekad dan niat, saya melangkahkan kaki menuju ke arah barat mencari orang misterius yang telah menemui saya dan membuat hati ini gundah.
Tidak ada gangguan berarti dalam perjalanan, saya terus melangkahkan kaki menuju arah barat sebagaiman petunjuk yang telah diberikan orang mesterius itu.
Saat pagi menjelang kaki saya sudah menginjak tanah di wilayah  Kediri. Di tanah kediri inilah gangguan mulai merintangi saya. Uang saku pemberian ibu saya sebasar Rp. 125.000, itu dirampas oleh orang-orang yang tidak saya kenal. Saat itu kesedihan menggelayut dalam pikiran saya, bagaimana nanti bila lapar dan dahaga menyerang saya ? haruskah meminta-minta ?
Saya berusaha menyadari dan memahami rintangan ini, mungkin Allah mengingatkan saya agar melepaskan keterikatan duniawi, karena Ia akan mencukupi hamba-hamba-Nya yang bisa memposisikan pasrah yang benar. Pasrah memang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilakukan, bisa saja bibir mengatakan pasrah tetapi ternyata hati masih ngedumel tidak terima dengan keadaan.
Ketika senja tiba, warna merah menghias cakrawala dan sengatan matahari sudah kehilangan bisa, mesin-mesin metabolisme dalam perut mulai berisik, berteriak-teriak minta pekerjaan mengolah makanan, saat itulah terlintas dalam benak akan keagungan Allah. Saya pasrahkan semuanya kepada-Nya. Tiba-tiba ada orang dengan pakaian lusuh penuh tambalan dan celana hitam kedodoran menghampiri saya dan menyodorkan sebungkus nasi tanpa kata-kata.
Alhamdulilllah hanya itu yang terucap oleh bibir saya. Setelah memberikan nasi bungkus, orang aneh yang menemui saya itu menghilang,sesaat setelah mata saya tertuju pada bungkusan nasi. Tetapi saya tidak menghiraukannya dan tak mempedulikan siapa dia, yang penting saat itu adalah saya bisa berbuka puasa dengan nasi.
Setelah berbuka dan melakukan shalat Maghrib, saya melangkahkan kaki kembali untuk meneruskan perjalanan ke arah barat menemui orang mesteruis yang telah menggetarkan hati.
Tatkala kebingungan menghampiri diri saya, ke mana saya harus melangkah, tiba-tiba orang gembel yang tadi memberi nasi bungkus kepada saya muncul di kejauhan, seolah memberi tahu ke arah mana saya harus meneruskan perjalanan.
Ternyata setiap kali saya bingung harus mengambil arah mana, dengan tiba-tiba si gembel itu muncul, dan sayapun menemukan makam keramat. Karena perjalanan ini memang lebih ke arah mistis,  maka saya harus berusaha untuk mengalami hal-hal mistis. Dan setiap  kali menjumpai makam, saya mampir untuk berziarah dengan maksud untuk mencari pengalaman mistis yang bisa meningkatkan nilai spiritual diri saya bukan  mistis yang memupuk kemusyrikan.
Dan ternyata benar, saya mengalami peristiwa peristiwa mistis meski hanya dalam mimpi. Di setiap makam saya selalu bermimpi bertemu dengan orang berwajah penuh wibawa, orang itu memberikan dan menaruh bara api di atas kedua telapak tangan saya. Dan anehnya, meskipun saya merasa kepanasan memegang bara api itu, kedua telapak tangan saya tetap menggenggamnya dengan kuat. Dan saya baru bisa menterjemahkan peristiwa-peristiwa dalam setiap mimpi-mimpi itu setelah bertemu dengan orang mesterius.
Dan itu berulang-ulang kali terjadi. Sampai akhirnya dua belas hari berlalu tanpa terasa. Di hari keduabelas kaki saya telah menginjak tanah di daerah Banten. Di sana saya berhenti sebentar untuk melihat sebuah acara haul tokoh ternama di sana. Di kalangan pesantren, tokoh ini sangat terkenal. Ia adalah syech Nawawi dari Tanara, pengarang kitab-kitab sunni, di antaranya yang paling terkenal adalah kitab Matan Arbain, tafsir Al-Munir dan masih banyak lagi.
Saya baru tahu bahwa saya sudah berada di daerah Tanara, baratdaya ujung pulau Jawa, dikampung inilah, Sang Syech dIlahirkan. Dan setiap tahun upacara haul ini dirayakan untuknya. Saat itu saya duduk di barisan paling belakang, tiba-tiba seorang panitia menghampiri saya dan menyuruh saya ke barisan paling depan duduk bersama para tokoh lain.
Tetapi saya menolaknya. Saya tidak berani. Karena saya bukan siapa-siapa. Sesaat setelah panitia itu pergi salah seorang yang duduk di deretan paling depan dengan pakaian ala kiyai menghampiri saya dan berkata, “ Ikutilah orang itu kalau kamu ingin menemuiku””, sambil menunjuk gembel yang selalu menuntun saya dalam perjalanan ke barat.
Tanpa berpikir panjang saya bangkit dari duduk dan berjalan mengikuti si gembel yang telah lebih dulu meninggalkan tempat acara. Sambil bejalan saya mengingat-ingat kata-kata yang diucapkan Kiyai yang menyuruh saya untuk mengikuti si gembel. Kenapa saya harus menemuinya, Siapa dia ?
Setelah lama berjalan saya baru ingat kiyai tadilah orang misterius yang pernah menggetarkan hati saya di Blitas waktu itu.
Perjalanan saya mengikuti jejak orang gila itu membawa saya ke wilayah Bogor, dan seperti dalam sandiwara, saya baru saja menemukan jawaban atas rasa penasaran yang berkecamuk dalam pikiran, tampak dari kejauhan orang berjubah melambaikan tangan ke arah saya.
Ternyata orang misteriusnyang saya cari telah menunggu saya di teras rumah sederhana yang misterius. Sampai di sana saya langsung disuruh masuk dan berbincang-bincang sebentarsekedar basa-basi, kemudian ia menyuruh saya untuk membersihkan tubuh lalu diajak makan bersama. Setelah istirahat sejenak ia memanggil saya dan memberikan wejangan yang harus saya perhatikan dan jalankan.
Wejangan pertama adalah perintah untuk konsisten dalam beribadah, apapun bentuk ibadahnya, yang penting istiqomah atau konsisten.
Wejangan kedua menanamkan keyakinan dalam hati bahwa apa yang kita butuhkan selalu dicukupi oleh Allah.
Wejangan ketiga, perintah untuk berjalan sesuai dengan ridho Allah.
Wejangan keempat adalah perintah yang harus saya lakukan saat itu juga, yaitu melakukan perjalanan dari Bogor sampai Bali berangkat lewat jalur utara dan pulang lewat jalur selatan.
Saat itu banyak pertanyaan yang memenuhi pikiran saya, apalagi wejangan keempat yang sangat menakutkan itu, tetapi kewibawaan beliau membuat mulut saya tidak mampu mengeluarkan kata-kata. Dan hanya kata-kata inggih sendiko dawuh yang mampu keluar dari bibir saya waktu itu.


PERJALANAN JAWA-BALI
Malam itu sekitar pukul 00.00, saya berpamitan dan minta do’a restu kepada beliau agar bisa menyelesaikan perjalanan ini dengan selamat dan mampu menghadapi segala macam rintangan dan godaan.
Saya akan menceritakan pengalamman-pengalaman mistis yang terjadi saat berziarah di makam-makam keramat selama perjalanan Jawa-Bali melalui dua jalur, yaitu jalur utara yang merupakan tempat penyebaran Islam murni dari para pedagang-pedagang keturunan Arab sementara jalur selatan merupakan tempat penyebaran Islam dengan jalur kejewen.

Saya memulai perjalanan dari Bogor menuju arah Jakarta Utara. Dalam perjalanan kali ini si gembel tidak menuntun lagi, saya hanya melangkahkan kaki ke arah timur.
Akhirnya saya melewati sebuah makam yang penuh dengan energi positif dan banyak dikunjungi oleh para peziarah dengan maksud dan tujuan tertentu.
Makam yang terletak di dekat laut utara itu adalah makamnya Habib Husen. Saya tidak mengetahui latar belakang dan sejarah beliau. Tetapi saya harus melakukan ritual di setiap makam yang saya lewati, karena kata orang mesterius yang memberikan tugas melakukan perjalanan ini saya akan mendapatkan banyak pelajaran dari para tokoh penyebar Islam yang raganya telah terpisah dengan ruh.
Makam beliau sangat terawat, sehingga memudahkan setiap orang yang akan melakukan doa di sana. Saat itu malam sudah larut, suasana sudah sepi, hanya satu dua orang saja yang masih tampak khusyuk melantunkan bacaan-bacaan Al-Qur’an.
Akhirnya saya mencari posisi di sebelah barat nisan beliau dan melakukan ritual. Setelah selesai saya tidak  langsung meninggalkan tempat. Saya pejamkan mata dan mengatur nafas agar hati saya bisa mencapai damai.
Beberapa saat kemudian ada bau harum dan hembusan angin yang menyapu bagian wajah saya, tiba-tiba telinga saya mendengar orang yang memberikan salam.entah mimpi, entah nyata saat itu mata saya terasa terbuka dan melihat sosok tubuh tinggi, wajah seperti orang arab, dengan pancaran sinar di raut muka membuat orang itu tampak penuh dengan wibawa, ia menyunggingkan senyuman.
Tanpa sepatah katapun keluar dari kedua belah bibirnya, beliau mengambil sesuatu dari balik jubahnya dan ternyata bara api sudah berada di kedua telapak tangan dan setelah itu ia menyodorkannya kepada saya . peristiwa ini persis yang saya alami saat melakukan perjalanan mencari orang misterius.
Lalu orang berjibah itu meninggalkan tempat duduk , dan ternyata mata lahir saya mulai terbuka, saya mencari-cari bara api yang saya pegang tadi. Tidak ada. Mungkin ini hanya mimpi atau kenyataan di luar mata lahir.

Dari makam beliau saya melanjutkan perjalanan ke arah timur sampai di daerah Cirebon. Di sana saya menziarahi makam salah satu anggota wali yang sangat terkenal, yaitu makamnya Syarif Hidayatullah yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Di makam sunan Gunung Jati ini saya tinggal salam dua hari dua malam.
Malam pertama saya melakukan ritual tidak mengalami peristiwa apapun yang bisa membuat saya mendapatkan pelajaran berharga, karena itu saya memutuskan untuk tetap tinggal di sini sampai memperoleh pelajaran gaib.
Dengan memperbanyak dzikir akhirnya orang berjubah penuh wibawa menemui saya sesaat setelah saya tertidur di pojok serambi masjid. Beliau mengajarkan mantra-mantra Arab yang biasa diamalkan oleh orang-orang thoriqot.
Dan sebuah pesan yang saya ingat sampai sekarang.
Pesan itu adalah perintah untuk berjuang ada adanya dan jangan sampai berjuang karena pamrih. Saya tak perlu menjelaskannya panjang lebar tentang makna dari pesan tesebut. Saya yakin para pembaca sangat memahaminya.
Pesan kedua adalah perintah untuk makan yang enak dan tidur yang nyenyak. Saat itu saya bingung pesannya kok begini, sangt mudah sekali. Tetapi setelah saya renungkan ternyata makan yang enak dan tidur yang nyenyak adalah anjuran untuk perpuasa. Karena makan yang enak itu bisa kita rasakan saat kita lapar, dan tidur yang nyenyak adalah tidur di kala rasa kantuk sudah tidak tertahan lagi.
Anehnya setelah bangun dari tidur saya sama sekali tidak lupa pelajaran thoriqot dan pesan singkat penuh dengan makna itu. Mantra-mantra yang beliau berikan bisa saya lafatkan melalui kedua bibir saya sebagaimana yang telah diajarkan oleh beliau. Hal 36.
Setelah mendapatkan pelajaran yang amat sangat berharga itu, saya melanjutkan perjalanan ke arah timur melaksanakan tugas dari orang misterius.
Perjalanan saya berhenti ketika melewati Makam Sunan Kalijaga di Jawa Tengah. Di makam ini saya hanya  menginap semalam karena telah memperoleh pelajaran.
Makam beliau berada di dalam sebuah bangunan joglo yang tertutup dan hanya dibuka pada hari-hari tertentu. Di luar makam terdapat makam-makam para santri dan keluarga beliau.
Di depan pintu masuk bangunan makam, di saat itu menjelang dini hari, tidak ada satu pun peziarah yang melakukan ritual. Hanya saya dalam duduk bersila sambil melafalkan bacaan-bacaan yang diajarkan oleh Sunan Gunung Jati.
Tiba-tiba ada sosok tinggi besar berpakaian surjan komplit dengan blangkon sebagai tutup kepala keluar dari bangunan utama di mana Sunan Kalijaga dimakamkan. Ia menghampiri dan duduk di sebelah kanan saya yang masih belum selesai melakukan ritual.
Beberapa saat kemudian saya menyelesaikan bacaan ritual. Dan orang itu memegang bahu saya sambil memberi nasehat-nasehat untuk saya bawa sebagai tutunan menjalankan kehidupan di dunia ini. 37
Beliau mengingatkan saya bahwa jangan terpengaruh dengan pangkat derajat di mata manusia. Karena Allah hanya melihat ketaqwaan seseorang bukan derajat dan pangkat duniawi yang penuh dengan kebohongan.
Beliau juga memberi semangat kepada saya untuk meneruskan perjalanan spiritual ini dengan wejangan yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan kenikmatan tidaklah mudah, harus melewati rintangan dan hambatan.
“Teruskan perjalanan ini, sabar dan syukur harus tetap kamu tanam dan pupuk terus menerus dalam hatimu, nanti kamu akan mendapatkan sesuatu yang tidak kamu duga”.
Setelah itu beliau menyuruh saya segera meneruskan perjanan. Dari makam Sunan Kalijaga saya menuju ke arah timur sampai akhirnya menginjakkan kaki di Kota Kudus.
Di daerah Kudus inilah saya dulu pernah belajar Al-Fatihah selama tiga bulan dipesantren Mbah Kyai Arwani. Tetapi saya tidak mampir ke pesantren beliau, saya langsung menuju makam Sunan Kudus.
Di Kudus saya tinggal selama tiga hari. Di makam inilah saya mendapat pengalaman mistis. Setiap usai shalat saya selalu sempatkan untuk melakukan ritual di samping makam Kanjeng Sunan. Dan setiap  kali melakukan ritual, di sekeliling tempat saya selalu ada hembusan angin yang membawa bau yang sangat harum, bahkan hidung ini belum pernah mencium bau seperti ini sehingga saya tidak bisa menggambarkannya.
Hanya peristiwa itu yang saya alami selama tiga hari di makam beliau. Tidak ada yang menemui saya, tidak ada nasehat yang tertangkap oleh indra pendengaran saya. Mungkin beliau hanya memberikan pelajaran melalui bau harum yang senantiasa menyertai ritual saya dan agar saya bisa menterjemahkan dan memahaminya sendiri.
Setelah saya berusaha untuk memahami pesan tersebut, saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan. Dari makam Sunan Kudus saya lanjutkanperjalanan ke makam Sunan Muria.
Makam beliau terletak di atas bukit Muria yang cukup tinggi. Udara di sana sangat mendukung untuk kegiatan ritual di malam menjelang karena keadaan yang sudah sepi ditambah hembusan-hembusan angin dari sela-sela pepohonan yang masih rimbun.
Disana saya tinggal selama lima hari. Karena hari pertama sampai hari keempat saya tidak mengalami dan menemukan peristiwa apapun sehingga saya memutuskan untuk tinggal sampai mendapatkan pelajaran, sebab inilah yang saya cari.
Malam hari ke lima saat saya tertidur di serambi masjid sebelah makam, ada seseorang berperawakan besar, tinggi dan berjenggot berpakaian serba hitam dan memegang rokok menghampiri saya untuk meminjam korek api.
Ketika menyalakan korek api dia berkata,” Api ini panas jika dipegang dan akan mati jika dibuang,” sambil tangannya memperlihatkan bara api pada rokok yang baru nyala.
Kemudian tiba-tiba dia mematikan rokoknya yang baru dinyalakan sambil berkata,”Kalau rokok ini tidak saya nyalakan lagi, maka tidak akan menyala.” Setelah itu ia meninggalkan saya dalam keadaan bingung tanpa bosa-basi sama sekali.
Saat dalam keadaan bingung itulah saya mengerjap mencari-cari sesuatu, dan ternyata saya telah tertidur pulas dan bermimpi. Saya terbangun saat adzan Subuh menggema di sela-sela pepohonan di bukit Muria.
Usai shalat Subuh saya merenung sejenak pesan dalam mimpi sambilmulut tetep bertasbih kepada Allah. Dari perenungan tersebut saya memperoleh sedikit pengetahuan, mungkin maksud dari pesan tersebut adalah peringatan kepada saya jika ingin menjalankan agama dengan benar pasti gangguannya sangat berat sebagaimana kita memegang bara api, dan jika kita ingin menyebarkannya, maka kita harus bertindak dan berbicara sebagaimana jika kita ingin merokok, kita harus menyalakannya lebih dahulu.
 Di makam Sunan Muria, pesan yang saya peroleh hampir saya dengan pesan-pesan di makam-makam yang saya ziarahi saat berangkat ke arah barat mencari orang misterius.
Di sini pula saya baru menemukan jawaban pesan-pesan yang saya terima pada saat perjalanan ke arah barat mencari orang misterius.
Selain pesan di atas ada pengalamanyang cukup menakutkan dan membuat bulu kuduk, merinding, tetapi peristiwa itu harus saya alami. Setiap kali saya melafatkan bacaan-bacaan yang telah diajarkan oleh Sunan Gunung Jati, selalu muncul di depan mata sebuah tangan yang berputar-putar mengelilingi tempat saya duduk melakukan ritual, kadang-kadang kaki tiba-tiba datang seolah mau menendang dan yang paling menakutkan serta menjijikkan adalah kepala dengan rambut tak tertata dengan wajah jelek penuh bisul tertawa menghina di depan mata saya. Al-hamdulillah semua itu bisa saya lampaui dengan sabar meskipun harus berjuang untuk tidak jatuh pingsan karena ketakutan.
Dari makam Sunan Muria saya melangkahkan kaki terus ke arah timur sampai di daerah Jepara. Di Jepara terdapat makam seorang tokoh wali yang ajarannya sampai saat ini masih kontroversial, yaitu Syech Siti Jenar.
Makam beliau sangat unik sekali, dengan ornamen gaya Jawa. Pintu masuknya adalah gapura jawa yang erbuat dari susunan bata merah dengan ukiran besar-besar sehingga aura mistiknyaterlihat  sangat kental.
Sebelum memasuki area makam dan melakukan ritual, saya dicegat oleh orang kurus, tinggi dan berjenggot putih, ia memakai hitam model surjan dan berikat kepala blangkon tanpa mondolan, bercelana hitam kombor dan matanya yang nanar manatap saya dengan tajam sambil dengan membuka mulut ia berbicara,” Teruskan perjalananmu, di sini bukan bidangmu !” katanya dengan nada membentak.
Akhirnya saya tidak jadi masuk areal makam untuk melakukan ritual dan melanjutkan perjalanan ke arah timur sampai di kota Lasem di mana terdapat sebuah petilasan atau tempat yang dulu pernah digunakan oleh Sunan Bonang untuk munajat kepada Allah.
Meskipun hanya sebuah petilasan, tetapi tempat ini memiliki aura dan energi positif yang sangat dahsyat. Di petilasan ini saya melakukan ritual seperti biasanya. Saat tengah melakukan ritual tiba-tiba ada suara yang menyuruh saya berhenti sebentar dari bacaan-bacaan ritual. Kemudian suara itu memberi nasehat agar saya kelak mendirikan sebuah pesantren sebagai sarana untuk mengamalkan ilmu.
Selain itu suara itu juga mengajarkan beberapa mantra atau aurad ( wirid) yang harus saya amalkan dalam laku spiritual, serta perintah untuk menjaga ilmu kewalian. Kata beliau ilmu tersebut bisa dijaga jika saya tidak takut susah dan tidak berharap bahagia.
Selanjutnya perjalanan saya teruskan ke arah timur, ke Kota Tuban
Di tuban terdapat makam salah seorang wali tanah jawa yang terkenal dengan sebutan wali sembilan, yaitu Sunan Bonang.
Di makam beliau saya tidak lama, meskipun tidak mendapatkan pengalaman mistik yang berisi pelajaran-pelajaran berharga sebagai bekal untuk hidup mengarungi bahtera dunia. Entah kenapa saya merasa lebih baik segera meneruskan perjalanan padahal biasanya kalau tidak mendapatkan pelajaran dan pengalaman mistis saya enggan rasanya meninggalkan tempat.
Setelah melakukan ritual seperti biasa, saya meninggalkan makam Sunan Bonang meskipun tanpa pengalaman dan pelajaran mistis dari beliau.
Kemudian saya melanjutkan perjalanan sampai di makam Syech Ibrahim Asmarakandi, Gesikharjo Palang. Saya menginap selama empat hari di makam beliau meskipun tidak tidur di areal pemakaman.
Setiap  malam saya selalu tidur di emperan masjid dekat makam. Dan setiap malam pula saya melakukan ritual di bekas imaman masjid lama setelah sorenya melakukan ritual di makam syech Ibrahim Asmarakandi.
Saya memilih bekas imaman lama, karena tempat ini terasa sekali aura positif yang bisa membantu menata hati dan menidurkan pikiran dengan lebih baik.
Saat orang hilir mudik mencari makan dan melihat-lihat suasana malam, mata saya terpejam dan raga saya istirahat. Setelah orang meninggalkan aktivitas untuk mengistirahatkan tubuh mereka dengan selimut kegelapan, selalu ada orang tinggi besar yang membangunkan saya dan mengingatkan bahwa saya harus segera melakukan ritual di tempat yang telah saya pilih tadi.
Peristiwa itu berulang sampai malam terakhir saya menginap di sana. Malam itu selain membangunkan saya dan mengingatkan saya untuk melakukan ritual dia juga menyuruh saya untuk meneruskan perjalanan jika ingin mendapatkan ridlo Allah.
Dari petilasan Sunan Bonang saya lanjutkan perjalanan sampai di kota Gresik. Selain terkenal dengan semennya kota ini juga terkenal dengan makam para tokoh penyebar Islam di antaranya adalah makam tokoh perempuan pertama masuk Islam, yaitu Fatimah binti Maimun.
Di makam beliau saya tinggal selama tiga hari dengan harapan ada pelajaran berharga dari beliau, karena beliau adalah seorang pemberani di  mana saat itu belum ada yang beranimemilih agama baru,tetapi beliau berani menentang arus dan tidak takut dikucilkan, dihina ataupun dianiaya. 45
Tiap malam ritual  saya lakukan di dalam makam. Saat malam terakhir di sana, setelah melakukan ritual, saya dikejutkan oleh pesona seorang wanita yang sangat cantik memakai kebaya  putih serta jarit bermotif batik dengan warna putih  yang dihiasi oleh kerudung juga warna putih datang menghampiri tempat duduk saya dengan penuh cahaya.
Perempuan cantik itu langsung duduk di sebelah kanan saya dan melafalkan bacaan-bacaan berbahasa Arab campur Jawa. Anehnya kalimat-kalimat itu sudah tidak asing di telinga saya karena sama persis dengan apa yang telah saya peroleh di makam Sunan Gunung Jati.
Setelah membaca doa perempuan cantik itu menoleh ke arah saya. Detak jantung saya berdebar dengan kencang, keringat dingin keluar  dari sekujur tubuh saya. Bulu kuduk saya berdiri sehingga kulit leher terasa menebal, rasa ini pernah saya alami ketika bertemu dengan orang misterius di Blitar beberapa waktu lalu.
Mungkin saya rasa semacam ini muncul karena saat itu makam dalam keadaan sepi, tidak ada seorang peziarahpunyang melakukan ritual di sana, sehingga saya ditemani dengan seoang wanita yang sangat cantik. Apalagi saya seorang pemuda yang tidak biasa berhubungan akrab dengan seorang wanita apalagi hanya berduaan saja.
Senyum yang ia sunggingkan menambah detak jantung sayasemakin menderap kencang, tanpa menunggu balasan senyum dari kedua bibir saya yang masih dalam keadaan linglung ia berkata dengan lembut,” Mas, zaman sudah akhir, Islam tinggal nama, dan Al-Qur’an tinggal tulisan.” Suaranya amat sangat lembut membuat kata-kata itu tertanam dengan kuat di ladang hati. Ibarat tanaman subur, tanpa pupukpun ia akan tumbuh dengan baik.
Kemusdian ia berdiri seraya menepuk bahu saya yang masi dalam keadaan terpesona, ia berpesan,”Pergilah ke Sunan Giri dan ingat kata-kata yang telah keluar dari kedua bibir saya!” Katanya dengan penuh kelembutan.                    
Ia melangkah dengan penuh gemulai tapi penuh dengan wibawa sampai bayangannya menghilang di kegelapan. Sementara saya masih dalam posisi duduk dengan kondisi menggigil ketakutan.
Setelah saya bisa mengontrol keadaan, saya melanjutkan perjalanan ke arah timur  dan menuju ke makam Sunan Giri sebagaimana petunjuk dan anjuran dari wanita yan sangat cantik tadi yang menemui saya di makam Fatimah binti Maimun.
Selama tiga hari saya melakukan ritual di makam Sunan Giri, saya tidak mengalami peristiwa apapun                                            apalagi pelajaran seperti yang saya dapat sebelumnya. Tapi saya merasa penasaran kenapa perempuan cantik itu menyuruh saya untuk tinggal di makam ini membuat hati saya tetap kuat dan sabar menunggu pengalaman yang akan menjadi guru berharga bagi saya.
Memang kesabaran sangat dibutuhkan jika ingin mendapatkan sesuatu yang lebih. Setelah saya memutuskan untuk tetap tinggal di daerah Giri akhirnya malam ke empat di saat saya tertidur lelap seusai melakukan ritual, tiba-tiba datang seseorang dengan wajah yang sangat mengagumkan dengan jubah kuning  yang menutupi tubuh menambah kewibawaannya.
Beliau menghampiri dan menyalami saya sambil menyodorkan Al-Qur’an dan duduk bersama mengajak membaca Al-Qur’an, saat itu kami berdua membaca Al-Qur’an bersama-sama sampai sepuluh juz.
Setelah kami menyelesaikan bacaan juz sepuluh, mata mengerlap kebingungan karena telinga saya mendengar sayup-sayup suara azan subuh yang sahut menyahut membangunkan oranguntuk diajak sungkem kepada Gusti.
“ternyata hanya sebuah mimpi,” gumam saya dalam hati. Tanpa mempedulikan mimpi semalam, saya segera melangkahkan kaki untuk mensucikan raga dengan air suciagar bisa sujud kepada Allah dengan hati yang tenang.
Usai menjalankan shalat subuh, mimpi itu terlintas lagi dalam bayangan saya. Ada keinginan untuk mencoba melafatkan bacaan-bacaan yang semalam meluncur melalui kedua bibir saya ini, siapa tahu peristiwa ini seperti pengalaman-pengalaman di setiap makam yang saya ziarahi. Setelah mendapatkan pelajaran biasanya otak langsung merekamnya dan hati menyaring sehingga keluar dari mulut dengan baik dan benar sesuai dengan apa yang saya dapatkan.
Awalnya belum yakin ketika melafatkan suratul Fatihah, karena surat ini sudah saya hafal sejak kecil, tetapi setelah ayat pertama sampai surat kelima surat Al-Baqarah saya masih  bisa melanjutkan lafat demi lafat, ayat demi ayat, surat demi surat, juz demi juz sampai juz sepuluh saya berhenti tidak mampu lagi melanjutkannya.
Saya langsung sujudkan seluruh raga dan jiwa kehadirat Allah. Hanya karena keagungan, rahman dan rahim-Nya sya bisa memperoleh kenikmatan yang luar biasa ini. Hanya semalam saya bisa menghafal Al-Qur’an dari juz pertama sampai juz sepuluh. Subhanallah.49
Dengan peristiwa yang saya alami membuat hati berharap agar Allah memberikan kesempatan semalam lagi sampai saya menyelesaikan seluruh ayat-ayat Al-Qur’an.
Untuk mewujudkan harapan itu bibir saya tiada henti melafatkan dzikir mengagungkan Allah sertaterus menerus memohon dalam hati anugerah Ilahi berupa amanat untuk menghafal dan mengaMALKAN Al-Qur’an.
Alhamdulillah, dengan selimut rahman dan rahim serta bantal petunjuk-Nya malam itu beliau yang telah mengajarkan Al-Qur’an datang kembali untuk mengajak saya bersama-sama belajar dan melantunkan ayat-ayat suci meneruskan bacaan kemarin yang baru sampai juz sepuluh.
Seperti malam sebelumnya, kami berhenti melafatkan ayat-ayat suci pada ayat terakhir juz dua puluh. Dan saya terbangun oleh gema suara adzan subuh yang bersahutan dari beberapa mushola dan masjid di daerah Giri.
Usai menunaikan shalat subuh saya mencoba untuk melafalkan kembali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang telah terpatri dalam pikiran dan hati saya dari juz pertama sampai juz dua puluh yang saya dapatkan dalam mimpi semalam.
Lagi-lagi kebesaran dan keagungan Allah membuat hati terharu,uraian air mata tak tertahan keluar dari bibir saya. Mimpi semalam menjadi  kenyataan kembali, saya mampu mengingat dan menghafal ayat-ayat suci yang saya baca benar dan tepat.
Kembali saya sujudkan kepala dan seluruh organ-organ raga dan segenap jiwa untuk bersyukur atas nikmat dan anugerah maha indah dari-Nya.
Dengan tetap memperbanyak dzikrullah dan menanamkan harapan dalam hati untuk menyelesaikan menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an sampai juz terakhir, juz tiga puluh.
Malam berikutnya peristiwa itu terjadi kembali meneruskan pelajaran berikutnya, yaitu juz dua puluh satu sampai juz tiga puluh dan lidah serta bibir saya mampu melantunkannya keesokan hari.
Setelah saya menyelesaikan membaca dari juz duapuluh satu sampai juz tiga puluh, beliau menyuruh saya untuk mencari guru yang masih hidup untuk membaca doa khatam Al-Qur’an. Dan kelak guru yang membacakan doa tersebut adalah orang misterius itu.
Dari makam beliau saya menyempatkan diri menziarahi makam Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq. Di kedua makam tersebut saya tidak mengalami peristiwa-peristiwa mistis yang bisa diambil pelajaran untuk menjalani kehidupan di dunia ini.
Setelah selesai melakukan ritual di makam kedua wali tersebut, saya melanjutkan perjalanan ke arah timur sampai di daerah Amperdenta. Di Ampel saya tinggal selam enam hari untuk mempelajari makna dan kandungan Al-Qur’an secara ghaib.
Sya tiba di makam Sunan Ampel pada jam sembilan malam. Setelah mandi dan shalat Isya’ saya menuju areal makam untuk melakukan ritual.
Satu jam kemudian saya juga menyempatka untuk melakukan ritual di makam mbah Bolong yang terletak di belakang imaman masjid dan mbah Soleh yang makamnya ada sembilan di depan masjid.
Tepat jam satu dini hari saya mencuci muka untuk menghilangkan kantuk yang  menggelayut di kedua bola mata. Kemudian saya menuju pojok sebelah kanan pengimaman masjid Ampel. Setelah melakukan beberapa shalat sunat saya berikan kesempatan raga ini untuk berbaring sebentar untuk merasakan kenikmatan dan membiarkan sukma melayang-layang di alam maya dengan harapan ada pelajaran ghaib yang saya terima.
Mungkin beberapa saat setelah raga sayabenar-benar istirahat, terasa ada sentuan halus di bahu kanan saya seolah membangunkan sukma saya yang juga kecapean setelah melakukan perjalanan yang sangat panjang.
Bau wangi tiba-tiba mengharumkan seluruh ruangan masjid dimana raga saya terlentang menikmati istirahat. Beberapa saat kemudian ada orang  berjubah putih dengan ikat kepala dari surban diiringi dua orang yang berpakaian ala santri menghampiri dan membangunkan saya.
Ketiga orang tersebut mengajak saya untuk pergi menuju ke areal makam Sunan Ampel. Saat itu keadaan makam sangat sepi, tak seorang pun tampak melakukan ritual di sana. Di sebelah barat makam Kanjeng Sunan Ampel terdapat sebuah bangunan yang digunakan untuk meletakkan kitab-kitab suci AL-Qur’an dan kumpulan-kumpulan doa serta buku-buku tuntunan dan tata cara berziarah tertata rrapi  dalam rak buku.53
Di tempat itu telah tertata sebuah dampar (meja kecil) dan sebuah kitab Al-Qur’an. Kemudian orang yang berjubah putih mengajak saya duduk dan mengaji serta mengkaji Al-Qur’an. Sementara dua orang yang berpakaian santri tersebut duduk di belakang saya.
Selain mengajari saya cara membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, beliau juga mengajarkan kepada saya makna dan cara pengamalannya (praktek) dalam kehidupan sehari-hari.
Sesaat setelah beliau menyudahi pelajaran, saat itu juga gema suara adzan subuh terdengar merdu membangunkan setiap hati yang beriman. Dan ternyata saya masih tetap berada di dalam masjid dengan mata yang masih menahan rasa ngantuk.
Berarti semalam sukma saya benar-benar melanglang mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga.
Usai shalat saya mencoba untuk melafalkan pelajaran yang saya peroleh melalui mimpi semalam, mungkinkah peristiwa di makam Sunan Giri terulang di sini ? Pertanyaan ini memenuhi benak saya. 53
Dan alhamdulillah ternyata dengan rahman dan rahim-Nya saya tetap diberi kesempatan untuk belajar di alam maya, karena apa yang terjadi di alam mimpi bisa saya praktekkan setelah saya terbangun dari tidur.
Saya menyelesaikan pelajaran cara membaca dan makna serta bagaimana mempraktekkan atau menggunakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan tuntunan dalam mengarungi kehidupan dunia selama enam hari.
Dari makam Sunan Ampel di Surabaya saya melanjutkan perjalanan menyeberang ke pulau Madura. Sampai di pelabuhan Tanjung Perak saya kebingungan. Berdiri di bibir dermaga sambil memandang orang yang naik kapal Feri tujuan Madura. Keraguan saya menggelayut dalam hati, bagaimana saya bisa sampai keseberang. Berenang tidak mungkin. Mau naik kapal takut tidak diperbolehkan karena selain tak punya uang apa mungkin orang dengan pakaian lusuh, kumal seperti orang gila ini naik kapal mewah seperti itu.
Tiba-tiba pengawas tiket masuk ke kapal berteriak memanggil nama saya. Entah dari mana dia tahu, tangannya melambai-lambai ke arah saya. Sedikit rasa takut menyelinap dalam dada, salah apa gerangan sehingga dia memanggil saya.
Ketakutan itu sirna tatkala salah seorang petugas sambil menepuk pundak saya berkata,” Cepat naik ke atas kapal sudah mau berangkat”. Sambil keheranan saya meninggalkan mereka dan naik ke atas kapal.
Mungkin ini salah satu pesan yang diberikan orang misterius itu, memang benar kehidupan kita selalu dicukupi oleh Allah meskipun tanpa kita minta. Ia maha Tahu akan keperluan semua hamba-Nya. Mudah-mudahan perjalanan ini tetap dipayungi oleh ridlio-Nya dan diselimuti oleh rahman dan rahim-Nya.
Setelah kapal sampai tujuan dan berlabuh, saya segera turun dan melanjutkan perjalanan. Tempat yang saya tuju adala Bangkalan dimana dimakamkan seorang ulama terkenal, Kyai Kholil Bangkalan. Beliau adalah seorang guru tokoh pendiri NU hadrotus- Syech Hasyim Asy’ari.
Sampai di makam beliau matahari sudah tenggelam. Dan gelap mewarnai suasana saat itu. Saya duduk bersila sambil melakukan ritual persis seperti biasanya. Setelah ritual selesai, masih duduk dalam posisi bersila dan mata terpejam, tiba-tiba ada seseorang yang melakukan ritual persis seperti yang telah saya lakukan.
Tetapi saya tetap dalam posisi semula tanpa membuka mata. Beberapa saat kemudian suara orang itu berhenti, dan kemudian ia sentuh bahu saya dan berkata,” Bangunlah dan lanjutkan perjalananmu, pergilah ke makamnya Abu Syamsudin .”
Rasa terkejut saya belum lagi sirna, orang yang menepuk bahu dan membangunkan saya telah lenyap, hanya bu wangi yang tertinggal dan menemani saya dalam suasana sepi di makam itu.
Saya yakin peristiwa tadi adalah petunjuk yang senanatiasa menyertai perjalanan spiritual ini.
Sesuai pesan yang saya dapat, keesokan harinya dari makam syaikhuna Kholil, saya melanjutkan perjalanan dan mencari makam Abu Syamsudin.
Setelah perjalanan cukup jauh akhirnya saya sampai juga di makam beliau saat kumandang adzan Isya’ menggema. Makam beliau masih berada di pulau Madura.
Di tempat ini saya tinggal cukup lama sekitar 10 hari. Saya tabarrukan kepada beliau. Mulai malam pertama saya melakukan ritual, saya selalu ditemui orang berjubah dengan wajah penuh kasih yang mengaku bernama Abu Syamsudin. Saya cium tangannya yang selalu dalam keadaan harum.
Kepada beliau saya belajar banyak tentang Al-Qur’an. Pelajaran-pelajaran beliau merupakan pendalaman apa yang telah saya peroleh di Giri dan Ampel. Pertemuan saya dengan beliau tidak melalui mimpiseperti di beberapa makam yang telah saya ziarahi. Melainkan dalam kondisi sadar, saya mengaji dan mengkaji Al-Qur’an bersama beliau. Setelah menyelesaikan pelajaan, beliau menyuruh saya untuk meneruskan perjalanan menuju daerah Tala’o. Di daerah itu terdapat makam Syech Yusuf.
Dengan bekal sisa-sisa kekuatan dan keinginan yang menggebu untuk membuka tabir penghalang hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Saya pun berangkat mencari makam Syech Yusuf.
Setelah berjalan cukup jauh dan melelahkan sampai juga di makam Syech Yusuf, seorang ulama terkenal yang dimakamkan di daerah Tala’o.
Sesaat setelah saya melakukan ritual, datang seorang yang mengenakan baju koko putih, bersarung kotak-kotak putih, dilengkapi dengan songkok hitam sebagai tutup kepala  menghampiri saya dan berpesan,” Pergilah ! Teruskan perjalananmu! Cari makam yang menghadap timur-barat.”setelah mengatakan pesan itu kepada saya ia pergi begitu saja.57
Setelah beberapa saat melepaskan lelah, sata beranjak meninggalkan makam Syech Yusuf dan mencari makam yang menghadap arah timur-barat.
Saya berjalan cukup jauh. Lelah belum lagi sirna, tampak di depan sungai yang cukup besar membentang, di mana sungai ini merupakan pertemuan antara air tawar dan air asin yang terdapat arus pusaran yang cukup menakutkan bagi siapa saja yang akan  menyeberanginya.
Saya berdiri di bibir sungai dalam kondisi kebingungan, tiba-tiba ada seorang yang naik rakit, tapi rakit itu tidak dari bambu, melainkan dari balok-balok kayu yang cukup besar mmenawarkan bantuan. Tanpa pikir panjang saya menerima tawaran tersebut, yang penting bagi saya saat itu bisa sampai tujuan. Tidak lama kemudian saya telah sampai di tengah-tengah sungai. Dan ternyata benar di sana ada arus pusaran yang menakutkan.
Tiba-tiba rakit yang kami tumpang berjalan lebih cepat dan makin cepat. Rasa takut nyeri dan khawatir menyelimuti hati saya. Hanya pasrah yang bisa saya lakukan.
Sementara nahkoda krakit tetap duduk tenang sambil berusaha mengendalikan arah jalannya rakit.
Dengan mata terpejam, dan dada berdegup kencang, rakit mulai menuju arah arus dengan kecepatan tinggi. Bersama dengan suara teriakan kami, akhirnya rakit itu ludes dimakan pusaran. Masih dalam mata terpejam dan ketakutan saya merasa bingung, di mana saya ini, sudah matikah saya?
Ternyata saya berdiri di depan sebuah makam yang sangat bersih, dan tampak peziarah lalu-lalang. Saya akhirnya mencari tempatuntuk membersihkan diri. Setelah mengganti pakaian saya menuju arah makam. Ternyata saya telah menemukan makam yang menghadap arah timur-barat sesuai nasehat dari Syech Yusuf.
Tetapi saat itu saya belum mengetahui makam siapa yang menghadap timur-barat ini. Pada waktu kaki saya melangkah menuju makam, di tengah jalan ada orang yang berpakaian ala Arab menghentikan langkah saya. Dia bertanya,” Untuk apa kamu datang ke makam Arsid Al-Banjari?” tanpa ada embel-embel syech atau kyai.
Oo. . . . ini adalah makam Syech Arsid Al-Banjari, dan dalam hati saya bertanya siapa gerangan orang ini, kok tidak tahu sopan santun, memanggil orang suci dengan cara seperti itu. Belum sempat saya menjawab pertanyaan orang itu, dia telah menghilanglebih dulu tanpa sepengetahuan saya yang masih dalam keadaan bingung.
Kemudian saya berjalan menuju ke arah makam. Di tengah-tengah ritual dia datang lagi dan langsung duduk di samping saya, dan mengikuti lafadz-lafadz yang keluar dari bibir saya. 60
Jangan-jangan orang ini adalah Syech Arsid Al-Banjari sendiri?” tanya saya dalam hati. Tetapi tidak ada keberanian untuk menanyakan hal ini kepadanya, karena kewibawaannya yang membuat hati menciut dan mata tertunduk segan.
Anehnya ia tahu pergulatan yang terjadi dalam hati saya. Usai melakukan ritual, ia berkata,” Ya saya adalah Arsyid Al-Banjari yang dimakamkan di tempat ini dan akulah yang dimaksud oleh Syech Yusuf. Dan kamu jangan takut hanya kepada sebuah kewibawaan, karena semuanya datang dari Allah, jika ia menginginkan sesuatu maka sesuatu itu pastilah terjadi, tetapi jika ia ingin melenyapkan, maka lenyaplah, begitu juga kewibawaan.”
Saat itu juga saya sungkem dan mencium tangan beliau sambil memohon agar beliau mengajari atau memberi petuah sebagai bekal untuk mengarungi hidup duniawi yang menjadi sarana untuk mengabdi dan mencintai Allah.
Sambil tersenyum beliau menjawab,” Jika kamu ingin mendapatkan itu semua tempatnya bukan di sini, tetapi dalam hati yang tiada satu tetespun jatuh jika seluruh air di muka bumi ini ditaruh ddan tiada akan penuh jika seluruh daratan beserta isinya dimasukkan ke dalamnya. Terukan saja perjalanan ini dan menyeberanglah kamu ke pulau Bali. Cari makam tokoh yang menyebarkan Islam di daerah Negaran ! Kamu akan memperoleh pelajaran dan bekal hidup dari perjalanan ini.”
Dari pulau Madura saya melanjutkan perjalanan ke pulau Bali. Kebingungan mulai melanda hati dan pikiran tatkala laut lepas tiada kelihatan batas terpampang di depan mata. Bagaimana saya bisa menyeberangi lautan luas untuk sampai ke pulau Bali dan lautan ini adalah salah satu jalan salain udara menuju pulau yang kata orang asing lebih terkenal dari pada Indonesia sendiri.
Alhamdulillah, lagi-lagi dengan selimut rahman dan rahim-Nya Allah memenuhi kebutuhan saya. Saat itu yang saya butuhkan adalah tumpangan yang bisa menyeberangkan saya dari Madura sampai Bali. Ketika masih dalam keadaan termangu memikirkan cara untuk menyeberang, tiba-tiba seorang melayan menghampiri saya sambil melambaikan tangan agar menuju sampan kecilnya.
Nelayan ini ternyata orang Madura, karena ia menggunakan bahasa Madura, sehingga dalam perjalanan kami tidak saling ngobrol, sebab saya tidak menguasai bahasa Madura, tetapi anehnya nelayan itu nerocos saja seolah bercerita tentang banyak hal, saya hanya memberikan sesungging senyuman saat melihat nelayan itu tersenyum.
Meskipun hanya mengarungi laut yang memisahkan antara pulau Bali dan Madura menggunakan sampan kecil tetapi mungkin tidak kalah dengan kapal Feri yang digunakan sebagai sarana transportasi antara pulau di laut itu. Tetapi dengan sampan kecil dan nelayan aneh itu, kami hanya membutuhkan waktu amat singkat, atau barangkali hanya terasa singkat karena cerita nelayan itu menyelimuti waktu selama perjalanan sehingga tidak terasa lama.
Yang jelas saat itu saya sudah sampai di bibir pantai pelabuhan Gilimanuk. Dan sayapun akhirnya turun sambil mengucapkan terima kasih kepada nelayan aneh yang baik hati itu yang mau mengantarkan saya menyeberangi lautan lepas. Sesungging senyuman puas ia berikan pada perpisahan kami.
Mata saya masih mengantarkan kepergiannya, sementara dalam pikiran berkecamuk seribu pertanyaan, orang aneh macam apa lagi yang akan menyertai perjalanan ini? Tetapi ia kembali menyeberangilaut seperti orang biasa tidak menghilang atau aneh-aneh? Ah, sudahlah yang jelas saya sudah sampai di pulau Bali. 62
Dari pelabuhan Gilimanuk saya melanjutkan perjalanan menuju Negaran sebagaimana petunjuk yang saya peroleh dari Syech Arsyid Al-Banjari.stelah seharian berjalan akhirnya saya menemukan makam seorang tokoh yang menyebarkanIslam di Bali kali pertama. Menjelang tengah malam saya baru melakukan ritual. Tidak seperti makam-makam yang lain, makam ini sepi sekali atau mungkin saat saya ziarah di sana bertepatan tidak ada peziarah, saya tidak tahu, yang jelas saat itu sepi suasanannya.
Beberepa saat setelah saya melafalkan doa-doa, datang seorang tua dengan pakaian adat Bali memberi salam kepada saya. Saya menghentikan bacaan saya dan melihat dengan heran kepada orang itu.
“Selamat datang, mudah-mudahan kamu bisa mengambil pelajaran yang bisa membuat kamu tidak terlalu keras dalam menyebarkan agama. Tetapi kamu bisa mengolah hati mereka yang telah tertutup dengan debu-debu kenikmatan duniawi, mata mereka yang silau dengan gemerlapan duniawi.” Setelah berbicara sebentar, orang itu langsung meninggalkan tempat saya melakukan ritual sambil berpesan, “Besuk pagi saya datang lagi dan akan saya tunjukkan sesuatu kepadamu!”
Malam itu saya tidak tidur dengan harapan ada pelajaran yang bisa saya peroleh dari tempat ini. Saya tidak berpikir bahwa orang yang menemui saya tadi ternyata seorang tokoh penyebar Islam di Bali. Karena memang tidak ada yang aneh dengan orang yang menemui saya semalam.
Benar, keesokan harinya orang semalam datang lagi dan mengajak saya berjalan-jalan ke suatu tempat yang katanya menjadi tujuan utama orang refresing ke Bali, yaitu pantai Kuta.
Masya Allah, hanya itu yang keluar dari mulut saya, seumur-umur baru kali ini melihat orang yang begitu santai tanpa malu mengenakan pakaian tanpa bahan seperti itu. Hanya “WC”-nya saja yang tertutup sangat minim. Pantas saja banyak orang yang suka dengan tempat ini. Tempat orang-orang yang sumuk, kepanasan sehingga enggan mengenakan baju.
Pesan yang disampaikan oleh orang mengajak saya ke sana semalam teringat dalam benak saya. Mungkin ini yang dikatakan oleh orang itu, agar saya tidak keras terhadap mereka yang masih diselimuti oleh tebalnya kain kenikmatan duniawi, pastilah mereka akan lari  jika saya memberitahukan kepada mereka tentang aturan-aturan syariat Islam yang amat ketat. Hanya berlahan-lahan dan menyelami keinginan mereka dan memberikan solusinya juga dengan pelan-pelan.
Ternyata di kemudian hari setelah saya menyelesaikan perjalanan ini saya selalu berhadapan dengan orang-orang yang  mirip dengan mereka.
Saya harus dengan sabar mengajak para preman dan anak-anak yang mencari kenikmatan instan dan menata hati mereka pelan-pelan.
Setelah Bali dan lagu”Denpasar Moon” yang saat itu didengar oleh setiap telinga di manapun ia berada, saya melanjutkan perjalanan untuk pulang kepada orang mesterius yang telah menyuruh saya melakukan perjalanan ini melalui jalur selatan. Jalur di mana mistis-kejawen sangat kental.
Dari pelabuhan Gilimanuk kali ini saya naik kapal Feri meskipun tidak membayar, karena orang yang telah mengajak jalan-jalan saya ke pantai Kuta telah membelikan saya pakaian yang pantas dan karcis untuk menyeberang menggunakan jasa kapal mewah bukan sampan yang penuh dengan kejadian-kejadian ngeri dan menakutkan.
Sesampai di pelabuhan Ketapang saya melanjutkan perjalanan dengan mengandalkan kaki pinjaman Allah ini. Saya hanya berhenti saat waktu shalat tiba. Setelah melakukan shalat saya terus melangkahkan kaki untuk segera menyelesaikan misi spiritual ini.
Perjalanan yang amat jauh, membuat kaki melepuh, keringat membasahi seluruh tubuh. Baju kumal yang tetap menutup tubuh, membuat saya seperti orang gila. Bahkan sering sekali anak-anak kecil berteriak-teriak berlarian di belakang saya sambil sorak-sorai,” Orang gila . . . . orang gila . . . !” tetapi itu semua saya jalani dengan santai dan tanpa rasa marah sedikitpun.
Akhirnya kaki ang kecapekan menyangga tubuh ini samapi di kota kelahiran saya, yaitu di Kota Blitar. Meskipun ini daerah kelahiran saya tetapi saya tidak  mampir ke rumah ibu saya, karena memang perjalanan spiritual ini belum selesai, baru separoh langkah. Di Blitar saya menziarahi makam sang Proklamator, Bung Karno.
Saya tiba di areal makam menjelang tengah malam. Setelah minta izin kepada juru kunci akhirnya saya melakukan ritual di dekat pusara Bung Karno. Memang kalau malam makam sering ditutup danharus minta izin kalau ingin melakukan ritual di sana.
Setelah selesai melakukan ritual saya ingin  istirahat sebentar di mushola dekat makam beliau. Beberapa saat setelah mata terpejam saya dibangunkan oleh orang yang mengenakan kaos dalam putih, dimasukkan dalam celana panjang tampak rapi, rambutnya disisir sehingga wjahnya tampak wibawa. Ia membangunkan tidur saya dan berkata, “Bilang sama orang-orang kalau pingin pangkat  suruh tabarukkan ke sini!” sesaat kemudian orang itu pergi begitu saja tanpa basa-basi.
Akhirnya saya tidak tidur sampai subuh menjelang. Dalam kebingungan atas sikap dan pernyataan orang itu saya berusaha untuk memahami dan mencerna maksud yang dibicarakan orang tadi. 67
Setelah lama membisu akhirnya saya sedikit mendapat titik terang tentang maksud orang dalam mimpi tadi. Mungkin yang dimaksud tabarukan disini bukan sekedar melakukan ritual dan doa-doa saja tetapi harus mempelajari ajaran-ajaran Bung Karno jika ingin menjadi orang berpangkat.
Kalau dilihat sejarahnya memang benar si Bung ini adalah orang berpangkat dan cerdik pula maka jika seseorang menginginkan sebuah jabatan atau pengaruh tirulah beliau.
Usai salat subuh saya melanjutkan perjalanan ke arah Tulungagung. Di kabupaten ini saya menuju daerah Jatimulyo di mana terdapat makam seorang ulama yang sangat terkenal, beliau bernama Kyai Hasan.
Di makam beliau saya tidak ditemui orang aneh tetapi saat ditengah-tengah ritual ada suara yang tertangkap oleh telinga saya,“kembangno kembang”, (mengembangbiakkan bunga).
Sepanjang ritual suara itu terus menerus berdengung ditelinga. Usai melakukan ritual saya tundukkan kepala, mata terpejam, pikiran melayang-layang mencari jawab atas makna dari kata-kata yang masih terngiang-ngiang itu.68
Beberapa saat kemudian sayaberusaha untuk menyimpulkan makna dari pesan itu dengan kemampuan yang amat sangat sedikit ini. Mungkin pesan  itu menyuruh untuk mengajak para pemuda untuk bersama-sama menata hati dan menjaga jiwa agar terselamatkan dari buaian dunia. Karena pemuda itu adalah bunga yang masih perlu disiram, dirawat agar kelak ketika dewasa ia akan kuat untuk tetap mekar dan menebarkan bau harum di manapun mereka berada.
Setelah penasaran yang mengganjal di hati lumayan reda akhirnya saya melanjutkan perjalanan ke arah barat, sampai di daerah winongsari, yang masih dalam wilayah kabupaten Tulungagung. Di daerah ini saya menziarahi makam yang mbabat daerah ini yang terkenal dengan nama syech Winongsari.
Di makam beliau saya tidak lama setelah ditemui orang yang berpakaian serba hitam dengan udeng yang juga berwarna hitam menyapa dengan lembut,”Kamu tidak usah lama-lama di sini, terima kasih, pergilah ke Tambak (Kediri) berdoalah di makam Syech Abdul Qodir Al-Khairi dan Syech Herman Ar-Rumani”.
Akhirnya setelah selesai melakukan ritual tanpa berhenti untuk istirahat saya menlanjutkan perjalanan ke arah Tambak Kediri.69
Saya menginjakkan kaki di desa Tambak saat menjelang Isya’. Sesampainya di pintu gerbang masuk areal pemakaman saya disambut oleh dua orang yang berperawakan Arab dengan berpakaian ala Arab.
Mereka mengajak saya untuk ke nisan yang bertuliskan Syech Abdul Qodir Al-Khairi dan Syech Herman Ar-Rumani, seolah tahu kalau makam kedua syech tersebut memang yang saya tuju.
Sya tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada mereka. Mereka langsung menggandeng dan mengajak melakukan ritual dengan tatacara dan bacaan seperti yang telah saya lakukan selama ini.
Setelah selesai melakukan ritual, mereka berdua meminta saya yang memimpin doa. Saya heran, kenapa mereka yang mengenakan pakaian sewibawa itu kok menyuruh saya yang seperti orang gila ini. Awalnya saya menolak tetapi akhirnya mau juga sebab mereka terus memaksa.
 Usai berdoa salah seorang di antara mereka memegang bahu saya dan berkata, “ Setelah kamu selesai melakukan perjalanan ini, jangan sekali-kali kamu menceritakan perjalananmu karena akan banyak yang mencibirmu daripada mempercayaimu, kecuali untuk berbagi dan menceritakan bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu tidak semudah mengucapkannya. Perjalanan ini mirip dengan perjalanan Rasul saw saat menerima wahyu, ketika beliau menceritakan apa yang telah beliau alami tak seorangpun percaya kecuali sang istri. Begitu juga kamu. Dan orang akan banyak yang menganggap kamu tukang sihir karena hikmah Al-Qur’an yang saat ini telah menyatu dengan dirimu akan menunjukkan mukjizat-mukjizatnya. Ingat baik-baik pesan ini !”
Ternyata di makam inilah saya mendapat kesempatan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai sarana untuk menolong orang lain yang lagi dirundung masalah.
Mudah-mudahan kesempatan ini tidak menjadikan saya menegakkan kepala dan menepuk dada. Dan mudah-mudahan saya bisa sabar jika dianggap tukang sihir ketika menggunakan ayat-ayat suci untuk menunjukkan bahwa kesaktian firman Allah tersebut memang benar-benar terbukti jika Allah menghendaki. Amin.
Masih di wilayah Kediri, setelah selesai dari kedua syech tersebut saya menziarahi makam Syech Sulaiman Al-Wasil di Sentono Gedong.
Sebelum memasuki kawasan makam, ada seorang yang memakai sarung putih, koko putih dan kopyah hitam langsung menggandeng tangan saya untuk menuju makam dan melakukan ritual bersama-sama.
Usai melakukan ritual orang itu tanpa memperkenalkan diri langsung bercerita tentang sejarah datangnya Islam di Jawa melalui lidah-lidah manis para wali. Kata beliau wali yang menyebarkan Islam di tanah Jawa itu berlangsung sampai tiga periode. Periode pertama dipelopori oleh Syech Jumadil Kubro yang mengabdi di Majapahit yang kemudian diteruskan oleh anaknya Syech Ibrahin Asmarakandi pada periode kedua. Dan periode ketiga dipelopori oleh Raden Rahmat atau lebih dikenal dengan Sunan Ampel.
Beberapa saat kemudian ketenangan mengguyur hati dan pikiran saya. Sayapun melanjutkan perjalanan ke arah barat sampai di Kabupaten Nganjuk, tepatnya di daerah wisata air terjun Sedudo. Ada sebuah bukit yangan sangat terkenal di daerah ini dengan nama bukit Ngliman. Di bukit ini terdapat makam tokoh setempat , Syech Ngliman. Tempat ini ramai dikunjungi para pelancong yang sekaligus ingin ngalap berkah dengan berbagai macam tujuan di makam tersebut.
Setelah melakukan ritual saya mngistirahatkan sejenak seluruh organ-organ tubuh. Dalam kondisi tidur itulah saya bermimpi bertemu dengan seorang yang berpenampilan jawaisme.
Beliau bercerita bahwa sejarah tempat wisata air terjun sedudo yang dulunya sering digunakan para wali untuk bersemedi dan bertafakkur kepada  Allah. Dan saat inipun masih banyak dikunjungi orang karena energi positif yang ada di sekitar daerah ini bisa mengantar orang yang meditasi mengalami trance.
Usai menjalankan ritual di kota Nganjuk saya lanjutkan perjalanan ke arah barat. Perjalanan yang cukup jauh dari Nganjuk baru berhenti di Klaten jawa Tengah.
Karena di daerah ini terdapat salah satu murid Kanjeng Sunan Kalijogo, yaitu Sunan Bayat. Nama tersebut dinisbatkan dengan nama daerah di mana beliau menyebarkan ajaran Islam.
Makam yang terletak di atas bukit itutermasuk salah satu makam yang sering diziarahi dan salah satu makam yang menjadi tujuan ziarah wali sembilanyang sering dilakukan oleh banyak jamaah.
Saat kaki menginjak anak tangga pertama jalan menuju ke atas bukit di mana jasad beliau disemayamkan  saya bertemu dengan orang yang menggunakan blangkon tanpa mondolan sebagai tutup kepala.
Ia menyertai langkah kaki saya dan mengajak saya ngobrol ngalor-ngidul. Meskipun tanpa memper-kenalkan diri, dalam hati saya merasa yakin kalau beliau itu adalah Sunan Bayat. Apalagi dalam pembicaraan selama perjalanan menuju makam, beliau memberikan satu pelajaran yang sangat berharga dan saya berusaha untuk menggunakannya sampai saat ini.
Beliau meminta saya untuk menghiasi ilmu dengan cara tawadlu’, yaitu jangan sampai sombong dan mau menerima kritik membangun dari siapapun dan di manapun seperti kata sahabat Ali,” Lihatlah apa yang ia bicarakan, jangan melihat siapa yang berbicara”. Jadi meskipun dari orang gila, kalu nasehatnya baik, tidak ada salahnya kita menerima dan menggunakannya.
Setelah selesai melakukan ritual dan istirahat sebentar di makam beliau  saya melanjutkan perjalanan ke arah barat menemui orang misterius yang telah memberi tugas belajar dengan ayat-ayat kauniah Allah.
Perjalanan saya berhenti di tepi panatai yang penuh dengan energi ghaib. Mungkin hal ini disebabkan oleh adanya makam keramat yang ada di seberang pantai, yang masih menyimpan keanehan-keanehan dan aura mistis yang sangat tinggi, yaitu di daerah Panjalu, makamnya Prabu Praba Kencana.
Memang benar, kejadian-kejadian sering dialami oleh para peziarah juga saya alami dan sedikit menciutkan nyali dan menimbulkan rasa takut, karena saat saya melakukan ritual terjadi gempa hebat, tetapi anehnya orang-orang di sebelah saya tidak ada yang merasakannya.
Alhamdulillah, beberapa saat setelah saya pasrahkan semuanya kepada Allah hati mulai tertata kembali dan ketenangan pun menyelimuti hati saya. Tidak lama kemudian gempa hebat itu berhenti dan keadaan seperti tidak terjadi apa-apa.
Selain itu sayajuga ditemui oleh seseorang dengan berpakaian ala Sunda dan memberi nasehat,”jalan yang kamu tempuh bukan jalan orang biasa, tanamkan dan pupuklah terus niat ini sampai ajal menjemputmu!”
Lalu ia berkata lagi,”Dan belajarlah dengan guru kelelawar. Jika kita bisa mengambil pelajaran dari makhluk Allah yang satu ini Insya Allah kita akan bisa mencapai ketenangan batin. Tetapi saat ini banyak yang berguru kepada makhluk yang satu ini tetapi tidak mencapai ketenangan hakiki, karena mereka hanya meniru aktivitas luarnya saja. Siang tidur lelap malam begadang mencari kesenangan sesaat. Jika kamu kepingin mencapai dan mengalami ketenangan batin yang hakiki dan bersifat abadi aturlah raga dan sukmamu!”
Ia berkata lagi,”Berilah kesempatan raga istirahat di siang hari dan bangunlah jiwamu di malam hari untuk berusaha mendekat kepada Sang Pencipta. Berdzikirlah di saat orang lain mengistirahatkan raganya dan menyenangkan hawanafsunya!”
Dari makam beliau saya menyeberang ke gua Pamejahan yang konon pernah bahkan sering digunakan para wali untuk berdiskusi mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan saat itu.
Di sebelah Gua Pamejahan terdapat makam seorang tokoh atau boleh dibilang wali karena keramatnya yaitu Syech Muhyidin.
Di bagian timur makam beliau saat saya duduk tafakur bermunajat kepada Allah tiba-tiba datang orang dengan berpakaian serba putih, berkalung serban putih dan mengaku Syech Muhyidin, dalam hati saya penasaran jangan-jangan ini hanya jelmaan setan yang ingin mengganggu dan menjerumuskan saya,
Tetapi rasa penasaran itu tidak begitu lama menetap dalam hati. Setelah setelah saya meyakini kepada diri sendiri bahwa yang paling penting adalah ajaran beliau atau peristiwa ini tidak bertentangan dengan syariat Islam dan menjerumuskan saya kepada perbuatan musyrik.
Ternyata orang yang menemui saya itu hanya menyuruh saya untuk segera pulang mempraktekkan apa yang telah saya dapat dan pelajari selama melakukan perjalanan ini.
Dari Pamejahan saya  melanjutkan perjalanan yang hampir selesai ini. Ssebelum menemui kembali orang mesterius yang telah menugaskan untuk melakukan perjalanan ini, saya ziarah dulu ke makam Syech Maulana Mansur di Cikandueng dan Syech Muhammad sholeh Gunung Santri yang makamnya menghadap ke arah timur –barat seperti makam Syech Arsyid Al-Banjari. Madura.
Di Cikandueng saya mendapat pesan ghaib yang menyuruh berhati-hati karena kelak akan ada serangan gencar oleh agama yang dulu sampai sekarang memaksakan kehendak, baik dengan cara kasar, maupun dengan cara halus. Yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan duniawi orang-orang yang hidupnya susah.
Setelah mendapat pesan ghaib di makam Syech Maulana Mansur saya  berziarah di Gunung Santri. Makam inilah makam kedua yang ditunjukkan oleh Syeh Yusuf Tala’o setelah makam Syech Arsyid Al-Banjari yang sama-sama menghadap arah timur-barat. Syech Muhammad Sholeh Gunung Santri ini adalah salah seorang murid dari Maulana Hasanudin Banten.
 Di makam ini saya mendapatkan pesan yang berupa suara tanpa rupa di saat saya sedang melakukan ritual, pesannya itu masih terngiang di telinga saya sampai saat ini, “Perjalananmu ini memang sudah dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa, kamu tidak ada papa-apanya jika tidak dikehendaki oleh Allah. Karena itulah terus jaga langkahmu agar tetap di  jalan  yang diridloi Allah sampai ajal datang menjemputmu. Ingat dengan musuh nyatamu, yaitu setan, mereka tidak akan mengganggu manusia jika manusia itu memiliki sifat dermawan, tidak gampang marah, dan tidak mabuk duniawi.” Kemudian suara itu menyuruh saya mengamini bacaan doa khatam Qur’an.
Makam beliaulah makam terakhir dalam perjalanan spiritual yang saya tempuh selama kurang lebih dua bulan ini. Dan saya harus menghadap kepada orang mesretius yang telah memberikan kepada saya pelajaran yang nyata dan benar-benar saya alami, tidak sekedar konsep.
Setelah istirahat beberapa hari dan mendiskusikan pelajaran-pelajaran yang telah saya peroleh dari perjalanan ini, orang mesterius itu menyuruh saya segera pulang dan mendermakan anugerah Ilahi yang telah menyatu dengan jiwa dan raga saya. Sesaat setelah beliau meminta saya mendirikan pesantren di kampung kelahiran saya karena banyak pemuda-pemuda di sana yang lalai mengelola jiwanya sehingga kehidupan mereka amboradul.

PENUTUP
(CATATAN EDITOR)
Perjalanan spiritual ini, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Husein, Sang Pelaku, tepatnya berlangsung selama empat puluh satu hari, sejak hari keberangkatannya pada tanggal 01 Desember 1992 hingga ia kembali tanggal 10 Januari 1993.
Selama perjalanan hampir seluruh perjalanan dilakukan dengan jalan kaki. Hanya saat-saat menyeberangi sungai besar dan lautan luas saja menggunakan sarana lain, seperti sampan, rakit dan sekembali dari Bali, penyeberangan menggunakan Kapal Feri.
Perjalanan ini dilakukan untuk mendapatkan kebahagian sejati. Cara ini telah berhasil untuk Al-Husaein yang kini telah menetap di Blitar, menjaga dan mngurus anak-anak muda yang “terlantar” jiwanya di padepokan sederhana miliknya.berdasarkan yang beliau kisahkan, seluruh tempat dan waktu yang dituturkan dalam kisah ini adalah faktual.
Kesungguhan dan ketulusan Al-Husein untuk mengisahkan perjalanan ini patut kita hargai. Sungguh luar biasa menempuh jalan yang mustahil di jaman yang sudah maju ini. Dan beliau telah berhasil melampauinya dan menerima pengajaran spiritual yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang.
Ada banyak hikmah yang dapat diambil dari kisah perjalanan AL-Husein ini. Selain hal-hal mistis yang tidak bisa dicerna oleh nalar biasa, terdapat satu pesan utuh yang dapat dipahami, yaitu kekuatan hati serta ketulusan mampu mengalahkan segalanya.
Hidup ini memang tidak mudah, tapi juga tidak sulit untuk dijalani. Selama masih punya hati dan bersedia kerja keras, segalanya menjadi lebih mudah.

Diambil dari buku “JEJAK MISTIK KYAI GAUL AL-HUSEIN “ Ditulis oleh Mbah Agus Pranatan, Penerbit Hijrah 2005





Yang dijumpai atau diziarahi oleh pelaku dalam cerita ini:
1.         Mbah Kyai Arwani                                 Kudus
2.         Mbah Kyai Khobir                                  Mangunsari
3.         Sayyidina Nabi Khidir as
4.         Habib Husen                                            Jakarta Utara
5.         Syarif Hidayatullah                                 Cirebon
6.         Sunan Kalijogo                                        Kadilangu
7.         Sunan Kudus                                           Kudus
8.         Sunan Muria                                            Gunung Muria
9.         Syech Siti Jenar                                       Jepara
10.     Sunan Bonang                                          Tuban
11.     Syech Ibrahim Asmarakandi                    Palang Tuban
12.     Fatimah binti Maimun                              Gresik
13.     Sunan Giri                                                 Gresik
14.     Maulana Malik Ibrahim                            Gresik
15.     Maulana Ishaq                                          Gresik
16.     Sunan Ampel                                            Ampeldenta-Surabaya
17.     Mbah Bolong                                            Ampeldenta-Surabaya
18.     Mbah Sholeh                                             Ampeldenta-Surabaya
19.     Kyai Kholil                                                Bangkalan
20.     Abu Syamsudin                                         Pamekasan
21.     Syech Yusuf                                              Tala’o-Sumenep
22.     Syech Arsyid Al-Banjari      
23.     Habib Ali Bafaqih *)                                Negaran-Bali
24.     Bung Karno                                               Blitarim
25.     Kyai Hasan                                                Jatimulyo-Tulungagung
26.     Syech Winongsari                                     Tulungagung
27.     Syech Abdul-Qodir AlKhairi                    Tambak-Kediri
28.     Syech Herman Ar-Rumani                        Tambak-Kediri
29.     Syech Sulaiman Al-Wasil                          Sentono-Gedong-Kediri
30.     Syech Ngaliman                                         Sedudo-Nganjuk
31.     Sunan Bayat                                               Klaten
32.     Prabu Praba Kencono                                Panjalu
33.     Syech Muhyidin                                        Gua Pamejahan
34.     Syech Maulana Mansur                             Cikadueng
35.     Syech Moh.Sholeh                                    Gunung Santri
*) ket dari Ust. Abdul Hamid Denpasar